Pada waktu itu secara geografis wilayah Srondol dan Banyumanik adalah wilayah gerejani dari Paroki Karangpanas. Oleh karena itu secara pastoral umat Katolik yang ada di sini pun dilayani oleh Gereja Karangpanas.
Sebelum Perumnas Banyumanik dibangun, banyak umat Katolik yang pindah dari tempat lain dan bermukim di Srondol. Ada yang bersifat sementara, ada pula yang menetap. Yang tinggal sementara sebagian besar adalah mereka yang tinggal di asrama militer dan asrama brimob, karena tugas dinas. Yang menetap pada umumnya keluarga-keluarga muda yang bekerja di kota Semarang bawah, mereka membeli tanah dan rumah di wilayah Srondol yang relatif murah. Setelah Perumnas Banyumanik diresmikan, bertambahlah jumlah umat Katolik yang tinggal di Banyumanik.
Dewan Paroki Karangpanas dalam rapatnya memutuskan membentuk panitia pembangunan Kapel dengan tugas utamanya adalah mencari dan menghimpun dana untuk membangun Kapel di Desa Srondol Wetan. Berkat usaha panitia, dibelilah sebidang tanah seluas 2.020 m2, di dalamnya berdiri dua buah bangunan rumah kecil dan sangat sederhana. Rumah itulah yang sementara digunakan untuk tempat ibadat umat.
Tanggal 6 Mei 1970 dimulailah pembangunan Kapel. Umat Srondol menyediakan diri dan menyediakan tenaganya untuk bergotong royong, mencari material bangunan, sebisanya yang dapat dilakukan.