CEKREK DAN CAPTION!

Foto, foto, foto, cekrek, cekrek, cekrek,ternyata hasil jepretan nya kurang bagus, kurang optimal, kurang menarik, ato malah blawur. Mesti pernah kek gini kan ya? Mas Misbachul Munir (–nggak mau dipanggil “Pak” karna ntar harus nyangoni) dalam acara “Pelatihan Memotret dan Menulis Berita” yang diadakan Panitia HUT Paroki GSMF ke-40 pada hari minggu, tanggal 07 Agustus 2022, membeberkan segala tips dan triknya gimana sih moto dan nulis artikel yang enak di pandang.

Yang pertama adalah, karena kita tidak memperhatikan komposisinya. Komposisi adalah fondasi penting dalam menentukan tata letak objek dan latar belakang, kejelian dalam mengatur objek agar lebih fokus dan terlihat menarik. Ada 10 dasar komposisi, yang sebaiknya di perhatikan dalam photography. Jelasnya sudah di share Mas Munir di: 10 Basic Composition.pdf – Google Drive10 Basic Composition.pdf – Google Drive.

Kedua, kita kurang memperhatikan exposure. Exposure adalah sumber cahaya. Pencahayaan dalam photography sangatlah penting, bila pencahayaan kurang akibatnya foto menjadi gelap, namun bila pencahayaan terlalu berlebihan maka foto akan terlalu terang. Arah datang sumber pencahayahaan juga penting, semisal bila kita ingin membuat sebuah jepretan silhouette maka tentunya arah cahaya harus dari belakang objek.

Perspektif yang kurang pas, perhatikan angle atau sudut atau posisi pengambilan foto. Jepretan pertama bila di rasa kurang pas, bisa di rapikan di jepretan kedua, caranya? Coba fotografer-nya geser posisi, pindah tempat untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda. Dengan objek foto yang sama, lokasi yang sama, waktu pengambilan foto yang relatif sama, bila di jepret dari posisi yang berbeda, hasilnya bisa sangat kontras perbedaannya.

Mungkin ada juga yang berpikir bahwa photography adalah hobby yang ‘mahal’, karena perangkat yang dipakai bisa menguras kocek. Sebenernya, nggak perlu minder dengan gadget seadanya, karena untuk menghasilkan jepretan yang bagus itu nggak perlu barang mahal, selama kita bisa menguasai perangkat yang kita punya. Rasa-rasa-nya, smartphone standard terbaru, fitur kamera dengan modus ‘Pro’ atau ‘Manual’ nya sudah cukup lengkap kok. Lalu, kapan boleh upgrade? Ya kalo perangkat nya rusak atau dirasa sudah ga mampu.

Selanjutnya, tidak fokus terhadap yang di potret. Apa sih yang mau di potret? Ide-nya harus ada di dalam frame, dan jangan memasukan elemen yang tidak perlu secara berlebihan dalam frame. Foto sepasang kekasih di pantai pas sunset? Ya tentunya sepasang kekasih, pantai dan sunset harus ada di dalam frame… keramaian orang ya jangan ikut dimasukin frame, apalagi kalau ini adalah foto prewedding.

Sebaiknya kita mulai untuk membuat sebuah self project. Untuk apa? tentunya untuk menambah pengalaman moto, belajar men-troubleshooting, sampai dengan membentuk sebuah portofolio untuk diri sendiri. Self project itu yang kayak apa ya? Ya misalnya, project njepret foto hitam putih, public space, street photography, ato misalnya lagi dan yang paling sering nih, wisata kuliner.

Silahkan saja kalo pas ada acara lomba moto, ikut saja, nda apa apa, elek yo ben, tapi disatu sisi selain menambah ke-pe-de-an kita dalam motret, kita juga kan jadi bisa mengukur apa aja sih yang kurang hasil jepretan kita dibandingkan orang lain, apa yang bisa diperbaiki.

Sering kali, kita itu nggak mau belajar dari fotografer lain. Akibatnya? Kita stuck di level-level itu saja, tidak berkembang, nggak dapet tambahan ilmu, bahkan kurang inspirasi baru, karena dua hal penting dalam motret adalah selalu motret dan selalu lihat foto orang lain entah itu di Instagram, Koran, Majalah atau Iklan sekalipun.

Sama halnya dengan moto, menuliskan caption pada foto ataupun menuliskan artikel untuk sebuah liputan juga tidak kalah pentingnya lo.

Apalagi kalau kita masuk dalam dunia komersil, misalnya njenengan disuruh nih membuat sebuah artikel yang temanya destinasi wisata, atau review gadget terbaru, atau bahkan iklan komersial. Foto saja rasanya kurang cukup untuk mendorong sesorang yang awalnya hanya mendapatkan perhatian nya saja, kemudian ketertarikan, hingga akhirnya menjadi sebuah keinganan dan menjadi sebuah tindakan. Harus ada caption atau article yang mendorong itu.

Kita harus tau dulu nih, kita mau nulis apa sih? Topik nya apa sih? Coba cari topik yang menarik, yang di sukai, yang membuat penasaran. Boleh aja kita melakukan riset dulu untuk menggali lebih dalam mengenai hal-hal yang sudah pernah di angkat, sehingga kita bisa mengangkat cerita justru yang belum pernah di angkat. Artikel nya juga nggak perlu yang berat-berat, yang penting tidak melenceng jauh dari topik utama pembahasan.

Dan emang sih, tidak semua orang itu suka menulis ataupun bisa menulis. Salah satu cara supaya kita bisa memulai menulis, adalah kita harus suka mbaca dulu, karena dengan mbaca tulisannya orang, ada dorongan dari diri kita sendiri untuk ‘ah coba deh nulis versi saya sendiri’ ato ‘coba nulis dari sudut pandang saya deh’.

Oleh karena itu, maturnuwun mas Munir atas tips dan triknya perihal cekrek dan caption nya, semoga yang sudah baca artikel ini jadi semakin tertarik untuk mengisi kolom di Web Site ini dengan setiap moment berharga nya baik di Lingkungan ataupun Wilayah Paroki Gereja Santa Maria Fatima Banyumanik, karena moment itu hanya sekali terjadi dan impossible untuk di ulang, seperti prologue dari Romo Bertus pada awal acara ini, bahwa “buku tipis, murah namun isinya dinamis itu lebih menarik daripada buku kandel, larang, isine nggur mung ngono-ngono thok.

Satuu duaa tiiiiiiiiiiiga…. *cekrek!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *