Perjalanan karir Pak Slamet sebagai satpam telah melalui berbagai rasa dalam kisahnya.
Sebelum bergabung menjadi satpam di Gereja, Pak Slamet pernah bergabung di sebuah perusahaan Jepang. Setelah dari perusahaan Jepang inilah, kisah pak Slamet menjadi satpam dimulai.
Bekerja di sebuah pabrik motor, mengalami kecelakaan kerja dan berakhir dengan pemutusan kerja, hingga merantau ke Subang, Jawa Barat pun pernah ia lalui dalam kisahnya menjadi satpam. Di tengah pergumulannya mencari tempat kerja di usianya yang semakin bertabah, pria yang kini usianya berkepala 6 ini mendapatkan sebuah jawaban.
Pak Usmanto yang merupakan koordinatornya menyampaikan bahwa Gereja Santa Maria Fatima Banyumanik sedang membutuhkan satpam dengan kriteria yang mana Pak Slamet dapat memenuhinya.
Dari info tersebut, Pak Slamet akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan gereja kita tercinta pada dua setengah tahun yang lalu.
Manis pahit konsekuensi dari pekerjaannya pun telah Ia telan. Pria asli kelahiran Semarang ini pun pernah mengalami kejenuhan dalam bekerja. Namun ia memegang teguh prinsip beliau menerima pekerjaan ini di awal, yakni untuk pelayanan.
Melalui kesadaran bahwa pekerjaan yang ia jalani saat ini tidak hanya pengamanan melainkan juga pelayanan, beliau mampu menepiskan rasa negative yang sempat muncul.
Semangat pelayanan Pak Slamet inilah yang membuatnya mampu menebarkan senyum hangat dan keramahan beliau kepada seluruh umat maupun yang lain.
Terkadang, entah dalam pekerjaan, relasi, studi,maupun yang lainnya kita pasti pernah mengalami kondisi yang sulit. Pak Slamet telah membuktikan bahwa melalui prinsip pelayanan dan ketulusannya, Ia mampu melewati kesulitannya dengan sukacita dan keramahannya.
Mampukah kita tetap menjadi garam dan terang bagi orang lain meskipun kita sendiri berada di dalam situasi yang sulit?
Writer : @putrinaya18
Desain dan Foto : @dismastigas